22 Oktober 2016,sabtu malam minggu yang bertepatan dengan hari santri nasional ,yang baru baru ini di keluarkan oleh prisiden Joko Widodo, inilah antusias santri Ponpes Hidayatullah Batam kampus 1 saat mengikuti acara Nobar (nonton bareng) di aula.Kegiatan ini di ikuti kurang lebih 178 santri.
Awal nya kami (pengurus OPH) dan para pengasuhan bingung, untuk membuat acara apa yang cocok untuk mempringati hari santri ini, pasal nya pemberitahuan dari Kemenag Batam satu hari sebelum ''Hari Santri Nasional'' jadi kami pengurus OPH dan para pengasuh bingung untuk membuat kegiatan apa yang pas untuk semua santri.
Karena penetapan "Hari Santri Nasional' di latar belakangi oleh kebijakan para Ulama NU yang di sepakati oleh Bung Tomo,yang pada saat itu Bung Tumo meminta fatwa kepada para ulama NU agar semua rakyat indonesia wajib berjihad untuk membela negara.Adapun isi fatwa itu Adalah:
Menimbang:
a. bahwa untuk mempertahankan dan menegakkan negara Republik Indonesia menurut agama islam, termasuk sebagai satu kewajiban bagi tiap-tiap orang islam.
b. bahwa di Indonesia ini warga negaranya adalah sebagian besar terdiri dari umat islam.
Mengingat:
a. bahwa oleh pihak Belanda (NICA) dan Jepang yang datang dan berada disini telah banyak sekali dijalankan kejahatan dan kekejaman yang mengganggu ketenteraman umum.
b. bahwa semua yang dilakukan oleh mereka itu dengan maksud melanggar kedaulatan negara Republik Indonesia dan agama, dan ingin kembali menjajah disini maka di beberapa tempat telah terjadi petempuran yang mengorbankan beberapa banyak jiwa manusia.
c. bahwa pertempuran-pertempuran itu sebagian besar telah dilakukan oleh umat islam yang merasa wajib menurut hukum agamanya untuk mempertahankan kemerdekaan negara dan agamanya.
d. bahwa didalam menghadapi sekalian kejadian-kejadian itu perlu mendapat perintah dan tuntunan yang nyata dari pemerintah Republik Indonesia yang sesuai dengan kejadian-kejadian tersebut.
Memutuskan:
Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan dan agama da Negara Indonesia terutama terhadap pihak Belanda dan kaki-tangannya.
Supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat ‘sabilillah’ untuk tegaknya Negara Republik Indonesia merdeka dan agama islam.
Maka Ketua Kepala Pengasuhan Ponpes Hidayatullah batam menyarankan untuk membuat acara nonton bareng,Judul film yang di putar adalah GIE ,
Soe Hok Gie dibesarkan di sebuah keluarga keturunan Tionghoa yang tidak begitu kaya dan berdomisili di Jakarta. Sejak remaja, Hok Gie sudah mengembangkan minat terhadap konsep-konsep idealis yang dipaparkan oleh intelek-intelek kelas dunia. Semangat pejuangnya, setiakawannya, dan hatinya yang dipenuhi kepedulian sejati akan orang lain dan tanah airnya membaur di dalam diri Hok Gie kecil dan membentuk dirinya menjadi pribadi yang tidak toleran terhadap ketidakadilan dan mengimpikan Indonesia yang didasari oleh keadilan dan kebenaran yang murni. Semangat ini sering salah dimengerti orang lain. Bahkan sahabat-sahabat Hok Gie, Tan Tjin Han dan Herman Lantang bertanya "Untuk apa semua perlawanan ini?". Pertanyaan ini dengan kalem dijawab Soe dengan penjelasan akan kesadarannya bahwa untuk memperoleh kemerdekaan sejati dan hak-hak yang dijunjung sebagaimana mestinya, ada harga yang harus dibayar, dan memberontaklah caranya. Semboyan Soe Hok Gie yang mengesankan berbunyi, "Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan."
Masa remaja dan kuliah Hok Gie dijalani di bawah rezim pelopor kemerdekaan Indonesia Bung Karno, yang ditandai dengan konflik antara militer dengan PKI. Soe dan teman-temannya bersikeras bahwa mereka tidak memihak golongan manapun. Meskipun Hok Gie menghormati Sukarno sebagai founding father negara Indonesia, Hok Gie begitu membenci pemerintahan Sukarno yang diktator dan menyebabkan hak rakyat yang miskin terinjak-injak. Hok Gie tahu banyak tentang ketidakadilan sosial, penyalahgunaan kedaulatan, dan korupsi di bawah pemerintahan Sukarno, dan dengan tegas bersuara menulis kritikan-kritikan yang tajam di media. Soe juga sangat membenci bagaimana banyak mahasiswa berkedudukan senat janji-janji manisnya hanya omong kosong belaka yang mengedoki usaha mereka memperalat situasi politik untuk memperoleh keuntungan pribadi. Penentangan ini memenangkan banyak simpati bagi Hok Gie, tetapi juga memprovokasikan banyak musuh. Banyak interest group berusaha melobi Soe untuk mendukung kampanyenya, sementara musuh-musuh Hok Gie bersemangat menggunakan setiap kesempatan untuk mengintimidasi dirinya.
Tan Tjin Han, teman kecil Hok Gie, sudah lama mengagumi keuletan dan keberanian Soe Hok Gie, namun dirinya sendiri tidak memiliki semangat pejuang yang sama. Dalam usia berkepala dua, kedua lelaki dipertemukan kembali meski hanya sebentar. Hok Gie menemukan bahwa Tan telah terlibat PKI tetapi tidak tahu konsekuensi apa yang sebenarnya menantinya. Hok Gie mendesak Tan untuk menanggalkan segala ikatan dengan PKI dan bersembunyi, tetapi Tan tidak menerima desakan tersebut.
Hok Gie dan teman-temannya menghabiskan waktu luang mereka naik gunung dan menikmati alam Indonesia yang asri dengan Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) UI. Selain itu, mereka juga gemar menonton dan menganalisa film, menikmati kesenian-kesenian tradisional, dan menghadiri pesta-pesta.
Film Gie adalah penggambaran HAM pada masa Soekarno. Film ini menunjukkan bagaimana seorang mahasiswa berjuang untuk mendapatkan HAM untuk rakyat Indonesia yang pada masa itu telah diacuhkan. Dari film ini, penonton bisa melihat keadaan yang kacau pada pemerintahan Soekarno yang seringakali disembunyikan dari media massa. Dari alasan-alasan politik, pemerintahan Soekarno berhasil menutupi hal-hal buruk yang mereka lakukan dari rakyat Indonesia sehingga sampai sekarang pun masih tidak jelas keadaan pada masa pemerintahan Soekarno. Ini membuktikan bahwa sampai sekarang pun masih ada cencorship yang menyembunyikan kebenaran dari rakyat Indonesia. Film ini menunjukkan sekilas apa yang terjadi pada masa pemerintahan Soekarno. Film ini juga telah memenangkan tiga penghargaan dan salah satunya adalah untuk film terbaik. Film ini sangat direkomendasikan untuk melihat sejarah Indonesia dan keadan ketika Soekarno menjadi presiden.
a. bahwa untuk mempertahankan dan menegakkan negara Republik Indonesia menurut agama islam, termasuk sebagai satu kewajiban bagi tiap-tiap orang islam.
b. bahwa di Indonesia ini warga negaranya adalah sebagian besar terdiri dari umat islam.
Mengingat:
a. bahwa oleh pihak Belanda (NICA) dan Jepang yang datang dan berada disini telah banyak sekali dijalankan kejahatan dan kekejaman yang mengganggu ketenteraman umum.
b. bahwa semua yang dilakukan oleh mereka itu dengan maksud melanggar kedaulatan negara Republik Indonesia dan agama, dan ingin kembali menjajah disini maka di beberapa tempat telah terjadi petempuran yang mengorbankan beberapa banyak jiwa manusia.
c. bahwa pertempuran-pertempuran itu sebagian besar telah dilakukan oleh umat islam yang merasa wajib menurut hukum agamanya untuk mempertahankan kemerdekaan negara dan agamanya.
d. bahwa didalam menghadapi sekalian kejadian-kejadian itu perlu mendapat perintah dan tuntunan yang nyata dari pemerintah Republik Indonesia yang sesuai dengan kejadian-kejadian tersebut.
Memutuskan:
Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan dan agama da Negara Indonesia terutama terhadap pihak Belanda dan kaki-tangannya.
Supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat ‘sabilillah’ untuk tegaknya Negara Republik Indonesia merdeka dan agama islam.
Maka Ketua Kepala Pengasuhan Ponpes Hidayatullah batam menyarankan untuk membuat acara nonton bareng,Judul film yang di putar adalah GIE ,
Soe Hok Gie dibesarkan di sebuah keluarga keturunan Tionghoa yang tidak begitu kaya dan berdomisili di Jakarta. Sejak remaja, Hok Gie sudah mengembangkan minat terhadap konsep-konsep idealis yang dipaparkan oleh intelek-intelek kelas dunia. Semangat pejuangnya, setiakawannya, dan hatinya yang dipenuhi kepedulian sejati akan orang lain dan tanah airnya membaur di dalam diri Hok Gie kecil dan membentuk dirinya menjadi pribadi yang tidak toleran terhadap ketidakadilan dan mengimpikan Indonesia yang didasari oleh keadilan dan kebenaran yang murni. Semangat ini sering salah dimengerti orang lain. Bahkan sahabat-sahabat Hok Gie, Tan Tjin Han dan Herman Lantang bertanya "Untuk apa semua perlawanan ini?". Pertanyaan ini dengan kalem dijawab Soe dengan penjelasan akan kesadarannya bahwa untuk memperoleh kemerdekaan sejati dan hak-hak yang dijunjung sebagaimana mestinya, ada harga yang harus dibayar, dan memberontaklah caranya. Semboyan Soe Hok Gie yang mengesankan berbunyi, "Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan."
Masa remaja dan kuliah Hok Gie dijalani di bawah rezim pelopor kemerdekaan Indonesia Bung Karno, yang ditandai dengan konflik antara militer dengan PKI. Soe dan teman-temannya bersikeras bahwa mereka tidak memihak golongan manapun. Meskipun Hok Gie menghormati Sukarno sebagai founding father negara Indonesia, Hok Gie begitu membenci pemerintahan Sukarno yang diktator dan menyebabkan hak rakyat yang miskin terinjak-injak. Hok Gie tahu banyak tentang ketidakadilan sosial, penyalahgunaan kedaulatan, dan korupsi di bawah pemerintahan Sukarno, dan dengan tegas bersuara menulis kritikan-kritikan yang tajam di media. Soe juga sangat membenci bagaimana banyak mahasiswa berkedudukan senat janji-janji manisnya hanya omong kosong belaka yang mengedoki usaha mereka memperalat situasi politik untuk memperoleh keuntungan pribadi. Penentangan ini memenangkan banyak simpati bagi Hok Gie, tetapi juga memprovokasikan banyak musuh. Banyak interest group berusaha melobi Soe untuk mendukung kampanyenya, sementara musuh-musuh Hok Gie bersemangat menggunakan setiap kesempatan untuk mengintimidasi dirinya.
Tan Tjin Han, teman kecil Hok Gie, sudah lama mengagumi keuletan dan keberanian Soe Hok Gie, namun dirinya sendiri tidak memiliki semangat pejuang yang sama. Dalam usia berkepala dua, kedua lelaki dipertemukan kembali meski hanya sebentar. Hok Gie menemukan bahwa Tan telah terlibat PKI tetapi tidak tahu konsekuensi apa yang sebenarnya menantinya. Hok Gie mendesak Tan untuk menanggalkan segala ikatan dengan PKI dan bersembunyi, tetapi Tan tidak menerima desakan tersebut.
Hok Gie dan teman-temannya menghabiskan waktu luang mereka naik gunung dan menikmati alam Indonesia yang asri dengan Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) UI. Selain itu, mereka juga gemar menonton dan menganalisa film, menikmati kesenian-kesenian tradisional, dan menghadiri pesta-pesta.
Film Gie adalah penggambaran HAM pada masa Soekarno. Film ini menunjukkan bagaimana seorang mahasiswa berjuang untuk mendapatkan HAM untuk rakyat Indonesia yang pada masa itu telah diacuhkan. Dari film ini, penonton bisa melihat keadaan yang kacau pada pemerintahan Soekarno yang seringakali disembunyikan dari media massa. Dari alasan-alasan politik, pemerintahan Soekarno berhasil menutupi hal-hal buruk yang mereka lakukan dari rakyat Indonesia sehingga sampai sekarang pun masih tidak jelas keadaan pada masa pemerintahan Soekarno. Ini membuktikan bahwa sampai sekarang pun masih ada cencorship yang menyembunyikan kebenaran dari rakyat Indonesia. Film ini menunjukkan sekilas apa yang terjadi pada masa pemerintahan Soekarno. Film ini juga telah memenangkan tiga penghargaan dan salah satunya adalah untuk film terbaik. Film ini sangat direkomendasikan untuk melihat sejarah Indonesia dan keadan ketika Soekarno menjadi presiden.
Dokumentasi acara Perayaan "Hari Santri Nasional":
#by: Riky Hidayat
#Ketua II
#Pekanbaru
#Ketua II
#Pekanbaru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar